PENUMPANG BERTANYA KE SOPIR RENTAL-Seringkali kita merasa bahwa perjalanan pulang terasa lebih cepat dibanding saat berangkat. Padahal, sebenarnya waktu yang dibutuhkan hampir sama.
Meski nampak sederhana, nyatanya perasaan ini menyimpan penjelasan yang kompleks yang melibatkan persepsi waktu, ekspektasi, juga kondisi emosional seseorang. Fenomena ini dikenal sebagai return trip effect.
Faktanya, perjalanan pulang tak pernah benar-benar lebih cepat dibanding dengan ketika berangkat.
Ketika dalam perjalanan berangkat, otak akan lebih fokus pada rute yang dilalui dan ketika otak sedang dalam keadaan fokus, persepsi mengenai waktu akan terasa lebih lambat.
Sedangkan ketika dalam perjalanan pulang otak akan merasa lebih familiar sehingga persepsi tentang waktu akan terasa lebih cepat.
Penelitian di Selandia Baru menemukan fakta bahwa hal tersebut sering terjadi ketika kita pergi ke tempat yang belum pernah didatangi sebelumnya.
Selain itu, ekspektasi waktu saat tiba juga turut mempengaruhi fenomena ini. Berlebihan dalam mengestimasi jarak atau over-estimated, padahal ketika dalam perjalanan sering terjadi kejadian yang diluar kendali yang mengakibatkan kita sering kali menilik target waktu kapan akan sampai.
Kegiatan tersebut menimbulkan efek psikologis bahwa perjalanan berangkat akan terasa lebih panjang.
Antusiasme untuk pulang ke rumah juga turut menjadikan perjalanan pulang terasa lebih singkat.
Bayangan akan bersantai dalam rumah usai kegiatan yang melelahkan membuat perasaan yang lebih ringan hingga perjalanan terasa lebih singkat.
Beberapa faktor yang memengaruhi persepsi kita mengenai waktu membuktikan bahwa perjalanan pulang terasa lebih singkat bukanlah ilusi belaka.
Faktor-faktor seperti ekspektasi, pengalaman, juga kondisi emosional kita turut memainkan peran dalam membentuk cara kita merasakan waktu selama dalam perjalanan.
Meskipun fenomena ini mungkin berbeda pada setiap orang, namun memahami alasannya dapat memberi kita wawasan yang menarik bagaimana cara otak kita bekerja.